LEMBAH HARAU DAN LEGENDANYA
Kabupaten
Lima Puluh Kota kaya akan potensi objek wisata diantaranya yang dapat
dijual untuk menarik kunjungan wisatawan ke Kabupaten Lima Puluh Kota
diantaranya jenis objek Wisata Alam (33 objek) , Wisata Budaya (6
Objek), Wisata Sejarah (9 Objek) dan Wisata Arkeologi (4 Objek). Dan
berdasarkan tujuan berwisata, dari klasifikasi yang ada, Kabupaten Lima
Puluh Kota memiliki 4 (empat) kategori yakni : Pariwisata untuk
menikmati perjalanan (7 objek), Pariwisata untuk Rekreasi (24 Objek),
Pariwisata untuk kebudayaan (19 objek) dan pariwisata untuk olahraga (2
objek).
Lembah Harau adalah objek wisata alam
andalan di Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Lembah Harau suatu
lembah yang subur terletak di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh
Kota. Berada ± 138 Km dari Padang ± dan 47 Km dari Bukittinggi dan
sekitar ± 18 Km dari Kota Payakumbuh dan ±2 Km dari Pusat Pemerintahan
Kabupaten Lima Puluh Kota. Dilingkungi batu pasir yang terjal
berwarna-warni, dengan ketinggian 100 sampai 500 meter.
Lembah Harau banyak dikunjungi wisatawan
terutama pengunjung domestik dari daerah Riau, Sumut dan Jambi.
Topografi Cagar Alam Harau adalah berbukit-bukit dan bergelombang.
Tinggi dari permukaan laut adalah 500 sampai 850 meter, bukit tersebut
antara lain adalah Bukit Air Putih, Bukit Jambu, Bukit Singkarak dan
Bukit Tarantang.
Memasuki lembah harau, mata akan
dimanjakan suasana alam pengunungan yang luar biasa apalagi dengan
pemandangan 5 buah air terjun ( sarasah ) yang sangat besar dengan
ketinggian ± 100 meter yang. Luar biasa indah seperti cerita di dalam
sorga yang dilalui oleh empat buah sungai yang jernih.
Lembah Harau sangat terkenal, dan
dipercaya oleh penduduk setempat apabila turun pelangi maka para
bidadari turun dari kayangan untuk mandi-mandi di keempat sarah tersebut
( sarah aie luluih, sarasah bunta, sarasah murai dan sarasah aka
barayun ). Bahkan pada tahun 2008 lalu, kabarnya , kamera HP milik
seorang mahasiswa yang sedang berwisata ke lembah Harau pernah
menangkap gambar rombongan bidadari mandi berbaju putih dan coklat,
melayang di air terjun. Saat ini foto tersebut tersimpan pada kamera HP
para pedagang disekitar air terjun sarasah bunta.
Asal Usul Nama Harau
Pada awalnya nama Harau berasal dari
kata “Orau”. Penduduk asal tinggal di atas Bukit Jambu, dikarenakan
daerah tempat tinggal penduduk tersebut sering banjir dan Bukit Jambu
juga sering runtuh yang menimbulkan kegaduhan dan kepanikan penduduk
setempat sehingga penduduk sering berteriak histeris akibat runtuhnya
Bukit Jambu tersebut dan menimbulkan suara “parau” bagi penduduk yang
sering berteriak histeris tersebut. Dengan cirri-ciri suara penduduk
yang banyak “parau” didengar oleh masyarakat sekitarnya maka daerah
tersebut dinamakan “orau” dan kemudian berubah nama menjadi Arau, sampai
akhirnya menjadi Harau.
Prasasti Lembah Harau Menurut prasati
yang masih terdapat di sekitar air terjun Sarasah Bunta, areal ini mulai
dibuka tanggal 14 Agustus 1926 oleh Assisten Residen Lima Puluh Kota
yang bernama J.H.G Boissevain, dengan E. Rinner bernama B.O.Werken
bersama Tuanku Lareh Sarilamak yang bernama Rasyad Dt. Kuniang nan Hitam
dan assisten Demang yang bernama Janaid Dt. Kodo Nan Hitam. Untuk
pertama kalinya Assisten Residen terpesona, kaget dan terkesima sembari
berdecak kagum untuk melantunkan rasa kagum dan tiada taranya melihat
keadaan alam Lembah “orau” sambil berdecak “Hemel,hemel…….(Indah,
mempesona seperti sorga) dalam bahasa Belanda.
Dengan terkesimanya Assisten Residen
tersebut terhadap keindahan lembah sempit yang diapit oleh terjalnya
bukit batu di kiri kanannya maka dibuatlah prasasti dari batu marmar
yang dipahatkan pada salah satu dinding sarasahnya yakni “Sarasah
Bunta” pada tanggal 14 Agustus 1926, sehingga sejak waktu tersebut
terkenallaah lembah sempit tersebut sampai ke Negara Belanda dengan nama
“Hemel Arau” (Sorga Arau) dan kemudian disingkat dengan Harau.
Kemudian diterbitkan Besluitnya oleh
Pemerintah Belanda (waktu itu) pada tanggal 19 Januari 1933 Nomor 15
Stbl Nomor 24 dengan status Cagar Alam di Bidang Biologis dan Aesthestis
seluas 315 Ha ,kemudian dilakukan pengukuran ulang oleh Perlindungan
dan Pelestarian Alam (PPA) pada tahun 1979 dengan luas defenitif
dilapangan adalah 298 Ha, (Witari Heiza , 1985) . Selanjutnya status
Cagar Alam sebagian arealnya diubah menjadi Hutan Wisata yang
diperuntukkan bagi taman wisata alam dengan Keputusan Menteri Pertanian
Republik Indonesia nomor : 478 / Kpts /Um / 8 / 1979, tanggal 2 Agustus
1979 ,tentang perubahan statusnya menjadi taman wisata seluas 27,5 Ha.
Dengan demikian status Lembah Harau selain cagar alam juga sebagian
berstatus taman wisata.
Berbagai sarana pertamanan, kupel,
tempat duduk, jalan setapak, tempat bermain anak-anak, taman satwa,
sepeda air, Mushalla, WC dan lapangan parkir serta dilengkapi dengan
kios-kios souvenir, dan makanan/minuman dan sebagainya yang telah
dibangun di objek wisata ini bagi kemudahan dan kenikmatan pengunjung.
Berbagai jenis tanaman dan binatang ada
di sini. Monyet ekor panjang (Macaca fascirulatis) bisa dilihat di sini.
Ada pula siamang (Hylobatessyndactylus), dan simpai (Presbytis
melalopos).Hewan yang juag dilindungi di sini adalah harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrensis), beruang (Helarctos malayanus), tapir
(Tapirus indicus), kambing hutan (Capriconis sumatrensis), dan landak
(Proechidna bruijnii). Ada 19 spesies burung yang juga dilindungi. Di
antaranya, burung kuau (Argusianus argus) dan enggang (Anthrococeros
sp).
Potensi Lembah Harau
Pada
kawasan Objek wisata Lembah Harau ini terdiri dari 3 (tiga) kawasan :
Resort Aka Barayu, Resort Sarasah Bunta, dan Resort Rimbo Piobang . Pada
resort Aka Barayun yang memiliki keindahan air terjun yang mempunyai
kolam renang, yang memberikan nuansa alam yang asri juga berpotensi
untuk pengembangan olah raga panjat tebing karena memiliki bukit batu
yang terjal dan juga mempunyai lokasi yang bias memantulkan suara
(echo). Disini juga terdapat fasiltas penginapan berupa homestay yang
bisa dimanfaatkan wisatawan yang ingin menginap lengkap dengan
fasilitasnya. Konon Sarasah Aka Barayun dari legenda dalam masyarakat
yang berada di sekitarnya Cagar Alam Lembah Harau dulunya adalah Laut.
Diceritakan batu-batuan yang terdapat di
sini adalah sejenis batu yang biasanya terdapat di dasar laut.
Diantaranya dua dinding batu yang terjal, tergantung pada sebuah akar
yang pada saat pasang naik terbenam dan waktu pasang surut Nampak di
atas air tergantung dan berayun-ayun ditiup angin.
Resort Sarasah Bunta terletak disebelah
timur Aka Barayun, memeliki 4( empat) air terjun (sarasah Aie Luluih,
Sarasah Bunta, Sarasah Murai dan sarasah Aie Angek ) dengan telaga dan
pemandangan yang indah seperti ; Sarasah Aie Luluih, dimana pada sarasah
ini air yang mengalir melewati dinding batu dan dibawahnya mempunyai
kolam tempat mandi alami yang asri, dari cerita dari orang tua-tua dulu,
ada kepercayaan mandi atau membasuh muka di sarasah aie luluih dapat
mengobati jerawat dan muka akan terlihat cantik dan awet muda.
Sarasah Bunta dimana sarasah ini
mempunyai air terjunnya yang berunta-unta indah seperti bidadari yang
sedang mandi apabila terpancar sinar matahari siang sehingga dinamakan
“Sarasah Bunta” . Sarasah Murai , pada sarasah ini sering pada siangnya
burung murai mandi sambil memadu kasih sehingga masyarakat menamakan
“Sarasah Murai “.dan apabila mandi di bawah air terjun kedua sarasah
ini, dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa , lekas mendapat jodoh
bagi yang belum menikah.
Pada Sarasah Aie Angek belum banyak
dikunjungi wisatawan, airnya agak panas berada arah keutara dari
“Sarasah Murai”.Pada Resort Rimbo Piobang sampai akhir tahun 2010 belum
berkembang karena direncanakan untuk Taman Safari.
Legenda Puti Sari Banilai
Alkisah, waktu dulu berlayarlah seorang
Raja Hindustan bernama Maulana Kari dengan permaisurinya Sari Banun
untuk merayakan pertunangan anaknya bernama Sari Banilai dengan Bujang
Juaro. Puti Sari Banilai ikut bersama orang tuannya.
Sebelum berlayar, kedua anak muda
tersebut telah bersumpah, kalau Sari banilai mengingkari janji
pertunangan tersebut, ia akan menjadi batu dan sebaliknya kalau Bujang
Juaro yang ingkar, ia akan menjadi ular naga. Tanpa sadar kapal mereka
terbawa arus dan hanyut terjepit di Lembah Harau di antara dua bukit
batu terjal serta ditahan akar kayu yang melintang di antara kedua bukit
tersebut. Agar kapal tidak hanyut, sang raja menambatkannya pada sebuah
batu yang terdapat di sana. Batu tersebut sampai sekarang masih bernama
Batu Tambatan Kapal/perahu.
Dengan persetujuan Rajo Darah Putiah
yang berkuasa pada waktu itu di Lembah Harau maka Raja Maulana Kari
beserta keluarganya diizinkan untuk tinggal menetap. Karena sudah tidak
mungkin lagi kembali ke negerinnya mereka putuskan untuk menetap di
sana.
Raja Maulana Kari tidak mengetahui
sumpah putrinya, mengawinkan Puti Sari Banilai dengan seorang pemuda di
daerah tersebut yang bernama “Rambun Pade”. Dari perkawinan ini lahir
seorang anak laki-laki yang gagah. Raja Maulana Kari dan istrinya sangat
sayang pada cucunya ini sehingga apapun permintaannya dipenuhi.
Tersebutlah suatu ketika sang raja
membuatkan mainan untuk cucunya ini sehingga ia setiap hari asyik dengan
mainannya itu. Pada suatu hari mainan tersebut jatuh ke dalam laut.
Sang cucu memanggil ibunya untuk mengambilkan mainan tersebut. Lalu si
ibu melompat ke dalam laut untuk mengambilkannya, namun mainan itu
hanyut tidak di temukan lagi. Pada saat itu datanglah ombak yang
mendorong Sari Banilai sampai ke tepi dan terjepit di antara dua buah
batu.
Pada saat itu Puti Sari Banilai memohon
agar air laut itu surut dan kering. Lambat laun dari kaki Puti Sari
Banilai mulai menjadi batu. Saat itulah teringat akan sumpahnya dan
sebelum keseluruhan badannya menjadi batu, ia memohon kepada tuhan agar
perlengkapan rumah tangganya dibawakan dan diletakkan di dekat ia
terjepit. Di lembah Harau pada dinding terjal di sebelah kiri (dekat
echo) sayup-sayup Nampak sebuah batu seakan-akan berbentuk seorang ibu
yang sedang menggendong anaknya, hamparan tikar dan sebuah batu yang
berbentuk lumbung padi.
Demikianlah legenda Lembah Harau.
Legenda ini masih hidup dalam masyarakat, dalam cerita randai yang
bernama “Randai sari Banilai” salah satu bentuk kesenian tradisional
masyarakat di sana.
Sumber :
( (Saiful.SP. Kabag Humas Lima Puluh Kota ) in : http://www.limapuluhkota.go.id
1 komentar:
manpta
Posting Komentar